Saya lebih menyebut TEST-English School sebagai akademi alternatif untuk belajar bahasa inggris. Sebagaimana yang diungkapkan Lord Arsyandi Mulia Coudiys, Founder dan Former CEO TEST-English School, yang kebetulan adalah peneliti sekaligus pemerhati Pendidikan Anak Bangsa “bahwa ada yang salah dengan kurikulum bahasa inggris di Indonesia”, hingga mengapa bahasa inggris yang diajarkan mulai usia belia masih terbilang terbelakang untuk memenuhi persyaratan menjadi warga dunia. Pernyataan itu seolah menyentuh kesadaran, apa yang sebenarnya menjadi kendala sehingga bahasa inggris begitu sulit dipelajari di sekolah-sekolah? Bahkan sampai usia dewasa pun, kita masih harus belajar bagaimana mengeja dan mengekspresikan bahasa inggris dalam kehidupan sehari-hari. Kampung Inggris Pare, Kediri, Jawa Timur.
Saya pun curiga, TEST-English School menjadi semacam Jayabaya yang dapat meramalkan kebutuhan urgensi anak muda Indonesia saat ini, khususnya mereka yang tengah meneguhkan jati diri selepas lulus perguruan tinggi. Melalui motto “We Speak Scholarship” yang digaungkan di setiap publikasi dan promosi, terlihat ada sebuah paket formula rahasia yang ditawarkan kepada calon customer. Dari sisi marketing, TEST punya predikat standar orientasi market yang terpetakan dengan jelas, yakni para pencari beasiswa baik dalam maupun luar negeri. Jumlah peminat TEST mungkin akan meningkat secara drastis di masa mendatang, mengingat berbagai institusi fundriser seperti LPDP, AAS, Erasmus Mundus, Fullbright, Dikti, Chevening, Stuned, dsb, hadir secara semarak menawarkan gerbang megah untuk mewujudkan impian kuliah di universitas-universtias seluruh dunia yang anak muda dambakan. Situasi yang sedemikian membuat pemuda di penjuru negeri bergairah mencari akademi informal yang dapat meningkatkan kemampuan bahasa inggris yang terstandar oleh tes TOEFL, TOEIC, IELTS, GRE, mengingat English Proficiency menjadi salah satu persyaratan untuk mendapatkan beasiswa tersebut.
Bukan Hanya Soal Bahasa Inggris
Lantas mengapa berbagai macam kursusan konvensional sekelas English First, The British Institute, IALF maupun skala lokal seperti LBB LIA, juga belum memenuhi kebutuhan praktis berbahasa inggris secara komprehensif? Mungkin jawabannya ada pada bergesernya paradigma kebutuhan berbahasa inggris di era kompetisi globalisasi. Sementara itu TEST-English School membangun sebuah kurikulum dengan pendekatan terapeutik, yang bersifat menyembuhkan, dalam artian akademi ini mampu membangkitkan kesadaran setiap student-nya untuk dapat menemukan alasan yang tepat mengapa mereka harus belajar bahasa inggris. Dan mendapatkan beasiswa adalah salah satu alasan hebat yang bakal menjadi perjuangan panjang di hari depan. Menurut saya ini canggih. Kemudian, saya mencoba mereka-reka, mungkin TEST punya analisis mendalam terkait dengan kriteria apa saja yang harus dimiliki oleh seorang ‘penerima beasiswa’, oleh karenanya pada proses belajar diterapkan kurikulum yang terintegrasi dengan kebutuhan tersebut. Lebih jauh lagi, tidak hanya bidang hard skill bahasa inggris saja yang dikerjakan, melainkan TEST juga mengerjakan aspek-aspek halus lainnya yang bertujuan menumbuhkembangkan entitas dalam kepribadian individu sehingga mereka siap untuk menjadi seorang penerima beasiswa.
Dari segi praktis, TEST-English School menawarkan proses yang mengemas kompetensi bahasa inggris menjadi lebih natural dalam penerapan di kehidupan sehari-hari, misalnya durasi belajar yang lebih dari 12 jam dalam sehari, variasi metode yang disesuaikan dengan tujuan di setiap variabel pelajaran, alat ukur yang berusaha represtentatif dan lain sebagainya. Satu kata untuk meringkasnya adalah Intensitas. Semua itu akan lebih detail pada porsi masing-masing level dan program yang ditawarkan, untuk lebih jelas silakan cek langsung halaman berikut.
Sistem belajar yang terdengar berat bagi para newcomers ini memang bukan rahasia lagi. Saya pernah dengar ungkapan “TEST-English School tidak pelihara kucing, tapi kami pelihara singa-singa”, oleh sebab itu, TEST juga mencoba mengajarkan valueberupa warisan kualitas mental. Ketahanan itu diuji melalui seberapa kuat student bisa komitmen dengan cita-citanya sendiri yang terstimulus melalui aspek kedisiplinan dan attittude. Bab ini penting, karena sepengetahuan saya, bahkan di lembaga formal pun terkadang soal attitude menjadi alpa dari pengajaran. Attitude mengajarkan apa yang disebut konsekuensi-konsekuensi logis dari segala keputusan dalam kehidupan. Seorang penerima beasiswa tidak hanya harus pintar dan cerdas, tetapi juga harus punya attitude yang peka merespon lingkungan dimana mereka berada. Aspek ini akan terlihat samar dari segala program, tapi sejauh pengamatan saya, bahwa orang-orang yang sukses dengan karir scholarship mereka, selalu punya attitude yang dibangun melalui penempaan proses diri yang berkelanjutan.
TEST-English School seolah tahu betul bagaimana karakter seorang anak muda yang hidup di belantara Indonesia. Di tengah-tengah tuntutan pembuktian dari masyarakat, serta persimpangan jalan antara cita-cita dan realita, anak muda manapun pasti melewati fase melankolia itu—merasa menjadi seorang pecundang—dan TEST pun mencoba meng-capture frame heroik ini menjadi bahan bakar positif yang melecutkan segala upaya dalam memaksimalkan pengorbanan, potensi dan energi demi meraih masa depan. Oleh karena itu, saya pribadi mengapresiasi hal ini: sistem belajar yang saling berkorelasi antara kebutuhan praktis dan psikologis untuk memaksimalkan performansi belajar. Terdengar sangat psikodinamik, bukan?
Ruang Kreativitas
Satu hal yang canggih dari TEST-English School adalah terbukanya pola pikir untuk mengkatifkan kran-kran ide dan imajinasi. Anak muda yang mendapatkan beasiswa bukanlah seorang yang biasa-biasa saja tentunya, mereka harus memproduksi pemikiran secara kreatif dalam menanggapi suatu problematika. TEST membuka ruang-ruang kebebasan untuk menyalurkan kreativitas dan mengekspresikan diri dalam suatu karya yang disebut video parodi di setiap akhir periode serta beberapa bentuk kreativitas lainnya. Ada satu lagi, tentang tugas untuk mengunggah baik video maupun tulisan ke masing-masing akun sosial media. Meskipun sebagian orang menganggap strategi publisitas TEST agak keterlaluan karena dapat mempengaruhi reputasi akun pribadi student di jagat dunia maya, saya lebih menangkap bahwa sepertinya ada proses apresiasi yang ingin digalakkan, meski hanya dengan tombol like dan kesan-kesan di kolom komentar. Hemat positifnya, keuntungan dari merekam proses belajar lalu kemudian mengunggahnya di sosial media merupakan salah satu cara sederhana merawat portofolio, meski saya juga malu-malu kucing kalau lihat video-video saya sendiri. hehe.
Selain itu, TEST-English School juga melibatkan diri dalam isu-isu khusus dan eksis di beberapa momentum berharga. Membawa tema dan ide dalam setiap publisitasnya memang cukup menarik perhatian, misalnya, beberapa pekan lalu terdapat event nasional mengenai Indonesia bebas sampah, TEST kemudian menjadi kolaborator aksi pungut sampah sebagai simbol Indonesia #BebasSampah2020. Beberapa kreativitas lain seperti Aquaponic Project yang masih mengusung kampanye Go Green, juga event charity semacam The Colour Run, donor darah dan beberapa lainnya yang secara langsung diorganisir bersama oleh student, merepresentasikan tersedianya ruang untuk menyalurkan hasrat berkarya yang membuncah-buncah dan mewujudkan aktualisasi diri sebagai kebutuhan anak muda yang paling fundamental.
Tingkat Keberhasilan
Apa yang menjadi tolak ukur sebuah keberhasilan dalam konteks ini? Skor IELTS? TOEFL? Menjadi seorang awardee? Kalau boleh dirangkum, sebenar-benarnya keberhasilan adalah tercapainya tujuan, yakni mendapatkan beasiswa untuk berangkat kuliah di kampus dalam atau luar negeri. Hanya saja kita musti ingat bahwa starting point tiap orang berbeda-beda, sehingga kita tidak dapat menetapkan sebuah standar dan ukuran yang sama. Ada student yang datang ke TEST-English School dalam kondisi sudah familiar dengan bahasa inggris, ada juga student yang tiba dengan ketidaktahuan baik soal skill maupun soal beasiswa itu sendiri. Sepertinya TEST lebih menekankan pada progress atau improvement melalui proses yang ditawarkan selama program dan foto-foto para alumni yang telah berhasil bersekolah ke kampus-kampus favorit di dunia seakan menegaskan bahwa TEST benar-benar bicara soal Scholarship.
Kontra Transferensi
Ibarat sebuah terapi, tidak dipungkiri ada beberapa hal yang menyebabkan seorang individu rentan dengan TEST-English School. Sejauh pengamatan saya, ada beberapa jenis student yang mengalami kontra transferensi sehingga mengakibatkan mereka muntaber (mundur tanpa berita) atau mungkin mereka berhasil menyelesaikan program hanya saja dengan kesan-kesan ketidakpuasan.
Pertama, mereka yang tidak dapat bersatu dengan kultur TEST, bahwa kultur di TEST sangatlah kuat menciptakan dominasi garis tebal identitas TEST yang masuk dalam diri setiap studentnya. Proses saling menyatu antara student dengan TEST akan secara natural terjadi, mereka yang gagal pada proses ini akan mengalami insecure, kemudian membangun tembok pemisah yang begitu tinggi antara diri sendiri dan lingkungan, tembok tersebut bisa berupa perbedaan prinsip yang mendasar atau berupa konflik batin yang bersumber kesan-kesan spontan yang timbul tenggelam.
Kedua, mereka yang shock culture lantaran menyerah pada batas-batas kondisi fisik dan emosi, tidak terelakkan bahwa jadwal TEST yang padat dan waktu tidur yang singkat daripada biasanya menjadi suatu alasan penurunan kesehatan dan kemudian berujung pada stress. Masalah ini sangat wajar timbul pada minggu-minggu pertama di setiap periode.
Ketiga, mereka yang terjebak pada kekecewaan terhadap fasilitas yang tidak sesuai ekspektasi. Jangan harap fasilitas yang ditawarkan serupa kursusan elit sebagaimana lembaga di kota-kota besar. Mereka dalam kategori ini mungkin gagal memproyeksikan kemewahan sistem dan kurikulum yang tidak tampak secara fisik.
Keempat, memiliki konflik personal. Hal yang sedemikian sangatlah wajar terjadi di mana saja, mengingat manusia memiliki dua insting yang disebut eros dan thanots. Konflik mencerminkan thanots yang berarti insting mati dalam macam-macam bentuk baik agresi verbal, fisik dan lain sebagainya.
***
Demikian review singkat tentang TEST-English School, segala yang tertulis adalah hasil olah pikiran dan pengamatan yang dilakukan secara subjektif oleh penulis. Tulisan ini dibuat di sela-sela penantian menunggu hasil dari real test yang telah terlewati beberapa hari lalu. Apapun dari hasil ujian tersebut, saya hanya megekspresikan rasa bangga dan terimakasih karena pernah menjadi bagian dari komunitas yang merupakan rumah bagi para scholarship hunter, serta, setidaknya saya telah berproses untuk memanen limpahan energi positif sebagai bekal menempuh berbagai langkah menuju cita-cita, yakni belajar psikoanalisis di Eropa!
Rumah ini ibarat gubuk di suatu lereng gunung, yang belakangnya terdapat sebuah lahan untuk memanen beragam inspirasi, spirit dan networking untuk selalu memperbaharui kekayaan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia, khususnya para pemuda yang hendak mengibarkan bendera merah putih pada puncak kemenangan bangsa di masa depan. Dream Big or Go Home!
Mutia Husna Avezahra
Delegasi, Journey of Understanding
Encompass Trust UK